Menelisik Ulang Konteks Literasi Digital yang Lain

 


Menelisik Ulang Konteks Literasi Digital yang Lain

Antusiasme masyarakat dunia terhadap perkembangan digital sangat pesat. Dari 8 milyar jiwa di dunia terdapat 5 milyar pengguna gadget. Indonesia sendiri adalah negara urutan keempat pengguna gadget terbanyak di dunia sesuai data Newzoo. Penggunaan gadget masyarakat Indonesia juga meningkat tiap tahun. 2019 masyarakat Indonesia menghabiskan rata-rata 3,9 jam per hari untuk menggunakan smartphone. Tahun 2020 meningkat menjadi 5 jam perhari, dan di tahun 2021 masyarakat Indonesia menghabiskan waktunya 5,4 jam hanya untuk duduk didepan layar smartphone.

Banyaknya pengguna gadget perlu diiringi dengan kecakapan berliterasi digital. Ada beberapa makna di KBBI yang didapatkan pada klausa literasi. Namun jika disandarkan pada kata digital yang paling cocok adalah tentang kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Literasi digital adalah kecakapan individu dalam mengolah informasi yang diperoleh dari media digital. Kecakapan ini tidak hanya memfilter informasi –menyaring informasi dari kemajemukan konten yang tersebar di media digital– tetapi juga bermakna kecakapan memproduksi informasi di media digital sesuai dengan norma dan etika.

Pertama, kecakapan dalam memfilter informasi. Adanya internet menjadikan informasi sangat mudah didapat. Menjadi penting bagi setiap individu untuk menyaring informasi sebelum mempercayai informasi tersebut. Kedua, kecakapan individu dalam memproduksi konten. Pemroduksi konten yang tidak jelas sumbernya dan berisiko menimbulkan konflik dapat dijerat KUHP, UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), atau UU No. 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. 

Selain dua kecakapan dasar literasi digital tersebut, masyarakat digital sebenarnya perlu memahami literasi digital dalam konteks melebar yang lain. Beberapa diantaranya yaitu : 

1. Penggunaan Software

Perangkat lunak  maupun sistem operasi komputer yang dipakai masyarakat sekarang terutama di Indonesia adalah jenis berbayar yang telah melalui proses pembajakan. Hal ini berdampak pada laju digital yang tidak sehat. Pemanfaatan perangkat lunak (software) lisensi terbuka menjadi satu pilihan yang tepat jika belum bisa menjangkau perangkat lunak komersial. Beberapa diantaranya yang dapat digunakan sebagai pengganti perangkat lunak komersial yang cukup populer yaitu : Libre Office/ WPS Office sebagai perangkat lunak kantoran, Inkscape pengolah grafis vektor, Gimp pengolah grafis bitmap, Davinci Resolve untuk editing video yang cukup tangguh, Linux atau yang lainnya sebagai sistem operasi komputer yang cukup populer. Beberapa pilihan tadi dapat menjadi referensi pengalih ketergantungan masyarakat pada perangkat lunak bajakan. 

2. Konsumerisme

Digitalisasi menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat meningkat. Digitalisasi merupakan satu proyek modernisasi manusia. Setiap proyek pasti menginginkan hasil. Konsep ini wajar. Namun, digitalisasi mempengaruhi tingkat hasrat manusia untuk selalu mengikuti tren yang sezaman dan paling baru. Sehingga tingkat konsumsi masyarakat melonjak. Tingkat konsumsi yang tinggi dan melebihi kebutuhan akan berujung pada jejak limbah. Limbah dalam hal ini bermacam-macam. Mulai dari limbah dari barang-barang bekas hasil produksi atau sampah, maupun limbah digital yang tersebar di internet, berupa macam-macam informasi dan pesan yang tidak berorientasi pada kemanfaatan. Yang paling terkena dampak dalam hal ini adalah ekosistem.

3. Aspek Budaya

Digital menjadi media penghantar globalisasi. Batas-batas budaya antar bangsa menjadi hilang. Akses tanpa batas ini menjadikan budaya-budaya kecil tercerabut dari asal bangsanya. Budaya-budaya yang sejalan dengan tren superior mendistorsi budaya kuno yang dianggap inferior. Padahal budaya-budaya lokal adalah jiwa dan identitas bagi suatu bangsa. Bangsa merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, ideologi, budaya, sejarah, dan tujuan. Ketika budaya asli pada suatu bangsa menghilang dan mengelu-elukan budaya asing, bangsa tersebut sama halnya telah terjajah dan dimiliki oleh bangsa asing tersebut. Sehingga pemertahanan bangsa sendiri atas budayanya menjadi hal yang krusial di era globalisasi ini.

Isu digitalisasi diatas menjadi beberapa poin digitalisasi yang perlu disoroti. Kemampuan individu dalam membaca dan menganalisa lingkungan digital (literasi digital) menjadi modal wajib bagi masyarakat yang ingin memasuki dunia digital. Namun ketimpangannya kebutuhan dengan persaingan zaman menjadi salah satu alasan keengganan masyarakat memperbaiki kualitas kecakapan digitalnya. Meski begitu setidaknya warga digital harus tahu seberapa kadar kebutuhannya di dunia digital, manfaat kegiatan, maupun dampak negatif yang mungkin saja ditimbulkan apabila melakukan suatu hal dengan memanfaatkan media digital. 



DAFTAR PUSTAKA

  • Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
  • Rosyid, AS., Melawan Nafsu Merusak Bumi; Prinsip Etika Lingkungan Hidup Islami, (Yogyakarta: EA Books, 2022)
  • UU 40 Tahun 2008.rtf https://luk.staff.ugm.ac.id diakses pada 19 April 2023 pukul 15.34 WIB
  • https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-smartphone-indonesia-terbesar-keempat-dunia-pada-2022 
  • https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220414134130-37-331733/sebumi-orang-indonesia-paling-rajin-main-smartphone  


Tulakan, 21/4/2023